Senin, 06 September 2010

Catatan lapangan 2 Agustus 2010 di Sanggar

Cempolo artinya diamkan yang jelek2

Gunungan berjejer tiga yang tengah paling tinggi dan kiri kanannya sama rata artinya adalah bahwa nafas pada waktu sujud selalu ada yang menyertai yaitu dua kiri kanan, kanan sebagai sari-sari bapak sedangkan yang kiri sari-sari ibu.

Rebab artinya sirebno bab-bab sing olo

Sabagai permulaan cempolo di pukul tiga kali sebagai lambang asma lima yang sudah diam akan yang jelek-jelek kemudian disautnya kendang juga dibunyikan tiga kali yang berbunyi deng-deng-deng yang artinya mudeng.

Kekasihe Allah: artinya orang yang sudah menjadi panutan bagi banyak orang dalam arti sudah mencapai ketentraman, sudah dapat memisahkan nafsu-budi-pakarti, orang yang jalannya selalu mulus….untuk menjadi kekasihe Allah sebelumnya harus membangun candi sapta rengga dulu, memisahkan rasa dengan pangrasa, nafsu, budi dan pakarti.

Rabu, 01 September 2010

Apakah Itu Sapta Dharma?


        1.   Apakah Itu Sapta Darma?
(Manusia, Kemanusiaan dan Tuhannya)

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah dicapai oleh manusia modern dewasa ini sungguh sangat mencengangkan, khususnya pemenuhan manusia akan kebutuhan jasmaniahnya (dunia materi). Sedangkan kemajuan spritual ataupun kesempurnaan jiwa dan rohani tidaklah seimbang. Padahal rohani dan jiwa adalah motor penggerak daripada segala tingkah laku dan perbuatan yang tampak pada tindakan sehari-hari. Ketidak seimbangan tersebut membuat manusia menuju pada kehancuran.

Suatu kenyataan bahwa kepercayaan (kebatinan, kejiwaan dan kerohanian) bagi bangsa Indonesia telah merupakan suatu naluri dan dapat merupakan kebudayaan kita yang akhir-akhir ini dikalangan generasi muda kabur dan kurang mendapat perhatian.

Kerohanian Sapta Darma adalah suatu ajaran murni wahyu alam yang diterima oleh Bapak Panuntun Agung Sri Gutama yang nama aslinya bernama Bapak Hardjosapuro dari desa Pare, Kediri Propinsi Jawa Timur. Sapta Darma diturunkan untuk mengembalikan akhlak manusia dan memberikan pepadang kepada sekalian umat menuju kebudiluhuran. Sapta Darma mempunyai tujuan untuk memayu hayuning bahagianya buana artinya membimbing hidup manusia untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat ( mencapai kebahagiaan hidup jasmani dan rohani ).

Adapun wahyu-wahyu yang diterima adalah sebagai berikut :

  • Wahyu Sujud adalah memuat ajaran tentang tata cara menembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa.
  • Wahyu Racut adalah memuat ajaran tentang tata cara rohani manusia untuk mengetahui alam langgeng atau melatih sowan/menghadap Hyang Maha Kuasa.
  • Wahyu Simbol Pribadi Manusia menjelaskan tentang asal mula, sifat watak dan tabiat manusia itu sendiri, serta bagaimana manusia harus mengendalikan nafsu agar dapat mencapai keluhuran budi.
  • Wewarah Tujuh, merupakan kewajiban hidup manusia di dunia sekaligus merupakan pandangan hidup dan pedoman hidup manusia. Dalam wewarah tujuh tersebut tersirat kewajiban hidup manusia dalam hubungannya dengan Allah Hyang Maha Kuasa, Pemerintah dan Negara, nusa dan bangsa , sesama umat makluk sosial, pribadinya sebagai makluk individu, masyarakat sekitar dan lingkungan hidupnya serta meyakini bahwa keadaan dunia tiada abadi selalu berubah-ubah (Anyakra Manggilingan).
  • Wahyu Sesanti yamg cukup jelas dan gampang dimengerti oleh siapapun, membuktikan suatu etika/ciri khas Sapta Darma yang menitik beratkan kepada warganya harus membahagiakan orang lain (tansah agawe pepadang lan maraning lian).

Pada mulanya Ajaran Sapta Darma diturunkan dalam bahasa Jawa, dan dalam perkembangannya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

2.    Cita-cita Kerohanian Sapta Darma

 

Kerohanian Sapta Darma mempunyai tujuan luhur yaitu hendak menghayu-hayu bahagianya buana. Antara lain membimbing manusia untuk mencapai suatu kebahagiaan hidup di dunia maupun di alam langgeng.

Tentang inti sari tujuan/cita-cita ajaran Kerohanian Sapta Darma adalah sebagai berikut :

1.     Menanamkan tebalnya kepercayaan, dengan menunjukkan bukti-bukti serta persaksian bahwa, sesungguhnya Allah itu ada dan tunggal (esa) serta memiliki lima sila (sikap perwujudan kehendak) yang mutlak, yaitu; Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, Maha Langgeng. Menguasai alam semesta beserta isinya yang terjadi. Oleh karenanya manusia wajib mengagungkan Asma Allah, serta setia dan tawakal menjalankan segala perintahnya.

2.     Melatih kesempurnaan sujud, yaitu berbaktinya manusia kepada Hyang Maha Kuasa. Mencapai keluhuran budi dengan cara-cara yang mudah dan sederhana, dapat dilakukan oleh semua umat manusia.

3.     Mendidik manusia bertindak suci dan jujur, mencapai nafsu, budi dan pakerti yang menuju pada keluhuran dan keutamaan guna bekal hidupnya di dunia dan di alam langgeng.

4.     Mengajarkan warganya untuk dapat mengatur hidupnya , mengingat hidup manusia di dunia adalah rohaniah dan jasmaniah.

5.     Menjalankan wewarah tujuh yang dilandasi melatih kesempurnaan sujudnya.

6.     Membrantas kepercayaan akan takhayul dalam segala macam bentuk dan manifestasinya. Kerohanian Sapta Darma mengajarkan kepada manusia untuk melakukan/mengagungkan Allah Hyang Maha Kuasa, serta menyadari bahwa manusia adalah makluk yang tertinggi martabatnya, dimana hidupnya ada dalam kekuasaanNya. Dilarang keras mengagungkan batu, kayu, serta mengkeramatkan segala hasil karya manusia biasa. Dilarang mengagungkan serta minta pertolongan roh penasaran, jin, setan dan sebaginya.

3.   Manfaat dan Gunanya Sujud

Apabila Penelitian sujudnya telah sempurna yaitu sujud yang dilakukan dengan kesungguhan, maksudnya dalam melaksanakan sujud jangan sampai sujud wadag atau sujud kemauan atau hanya ikut-ikutan saja ( Jawa : rubuh-rubuh gedang ), karena bila demikian sujudnya kurang mempunyai arti.

Sebenarnya sujud menurut wewarah tersebut bila didalami serta diteliti sungguh-sungguh adalah membimbing/menuntun jalannya air sari. Air sari atau air putih/suci berasal dari sari-sari bumi yang akhirnya menjadi bahan makanan yang dimakan manusia. Sari-sari makanan tersebut mewujudkan air sari yang tempatnya di ekor (Jawa = Cetik/silit kodok/brutu). Bila bersatu padunya getaran sinar cahaya dengan getaran air sari yang merambat berjalan halus sekali di seluruh tubuh, menimbulkan daya kekuatan yang besar sekali, kekuatan ini disebut Atom Berjiwa yang ada pada pribadi manusia.

Daya/kekuatan ini berguna untuk :

  • Dapat memberantas kuman-kuman penyakit dalam tubuh.
  • Dapat menentramkan/menindas nafsu angkara murka.
  • Dapat mencerdaskan pikiran.
  • Dapat memiliki kewaskitaan, seperti kewaskitaan akan penglihatan,
    pendengaran,penciuman, tutur kata atau percakapan serta kewaskitaan rasa.
  • Bila telah memusat di ubun-ubun akan mewujudkan Nur Putih. Akhirnya naik menghadap Hyang Maha Kuasa untuk menerima perintah-perintah/petunjuk yang berupa isyarat/kias seperti berupa gegambaran, tulisan-tulisan (tulis tanpa papan = sastra jendra hayuningrat).

Syarat untuk memiliki kemampuan itu semua, tiada lain adalah pengolahan/penyempurnaan budi pakerti yang menuju keluhuran pada sikap dan tindakan sehari-hari.

Pengolahan/penyempurnaan pribadi itu, bagi pemeluk yang sudah mampu, adalah berarti selalu mencetak atom berjiwa pada pribadinya. Atom tersebut digunakan untuk prikemanusiaan ialah menolong orang yang sakit.

4.   Sujud dan Penjelasannya

Warga Sapta Darma diwajibkan sujud dalam sehari semalam (24 jam) sedikitnya sekali. Lebih dari itu lebih baik, dengan pengertian bahwa yang penting bukan banyak kalinya ia melakukan sujud tetapi kesungguhan sujudnya (emating sujud).

Bila sujud dilakukan di Sanggar, dapat dilakukan bersama-sama dengan Tuntunan dan dapat sewaktu-waktu. Namun lebih baik waktu ditentukan.

Sikap duduk

Duduk tegak menghadap ke timur (timur/kawitan/asal), artinya diwaktu sujud manusia harus menyadari/mengetahui asalnya. Bagi pria duduk bersila kaki kanan didepan kaki kiri. Bagi wanita bertimpuh. Namun diperkenankan mengambil sikap duduk seenaknya asal tidak meninggalkan kesusilaan dan tidak mengganggu jalannya getaran rasa.

Tangan bersidakep, yang kanan diluar dan yang kiri didalam.

Selanjutnya menentramkan badan dan pikiran, mata melihat ke depan ke satu titik pada ujung kain sanggar (mori) yang terletak + satu meter dari posisi duduk. Kepala dan punggung (tulang belakang) segaris lurus.

Setelah merasa tenang dan tentram, serta adanya getaran (hawa) dalam tubuh yang berjalan merambat dari bawah ke atas, selanjutnya getaran rasa tersebut merambat ke atas sampai di kepala, karenanya lalu mata terpejam dengan sendirinya. Kemudian setelah ada tanda pada ujung lidah terasa dingin seperti kena angin (jawa = pating trecep) dan keluar air liurnya terus ditelan, lalu mengucap dalam batin :

ALLAH HYANG MAHA AGUNG

ALLAH HYANG MAHA ROKHIM

ALLAH HYANG MAHA ADIL


Bila Kepala sudah terasa berat, tanda bahwa rasa telah terkumpul di kepala. Hal ini menjadikan badan tergoyang dengan sendirinya. Kemudian di mulai dengan merasakan jalannya air suci (sari) yang ada ditulang ekor (jawa = brutu atau silit kodok). Jalannya air sari merambat halus sekali, naik seolah-olah mendorong tubuh membungkuk ke muka. Membungkuknya badan diikuti terus (bukan karena kemauan tapi karena rasa), sampai dahi menyentuh kain sanggar, setelah dahi menyentuh lantai dalam batin mengucap :

HYANG MAHA SUCI SUJUD HYANG MAHA KUASA (3 kali)

Setelah mengucapkan, kepala diangkat perlahan-lahan, hingga badan dalam sikap duduk tegak lagi seperti semula.

Mengulang lagi merasakan di tulang ekor seperti tersebut diatas, sehingga dahi menyentuh kain sanggar lagi. Setelah dahi menyentuh kain sanggar di dalam batin mengucap :

KESALAHANNYA HYANG MAHA SUCI MOHON AMPUN HYANG MAHA KUASA (3 kali)

Dengan perlahan-lahan tegak kembali, lalu mengulang, merasakan lagi di tulang ekor seperti tersebut diatas sampai dahi menyentuh kain sanggar yang ke-3 kalinya.
Kemudian dalam batin mengucap :

HYANG MAHA SUCI BERTOBAT HYANG MAHA KUASA (3 kali).

Akhirnya duduk tegak kembali, masih tetap dalam sikap tersebut hingga beberapa menit lagi, baru kemudian sujud selesai.

Keterangan :

  • Allah Hyang Maha : Agung, Rokhim, Adil maksudnya ; mengagungkan dan meluhurkan nama Allah serta mengingat akan sifat keluhuran Allah.
  • Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa. Hyang Maha Suci ialah sebutan bagi roh suci seorang manusia yang berasal dari Sinar Cahaya Allah yang meliputi seluruh tubuh manusia.
  • Hyang Maha Kuasa adalah sebutan Allah yang menguasai alam semesta termasuk segala isinya baik rohaniah maupun jasmaniahnya.
  • SUJUD berarti penyerahan diri pada Hyang Maha Kuasa atau menyembah Hyang Maha Kuasa. Berarti Roh Suci kita menyerahkan purbawasesa pada Hyang Maha Kuasa.
  • Kesalahannya Hyang Maha Suci mohon ampun Hyang Maha Kuasa maksudnya ; setelah meneliti dan menyadari kesalahan-kesalahan ( dosa-dosa ) setiap harinya, maka selalu Roh Suci mohon ampun padaNya akan segala dosa-dosa tersebut.
  • Hyang Maha Suci Bertobat Hyang Maha Kuasa artinya; penelitian pada kesadaran akan dosa setiap harinya, maka setelah mohon ampun lalu bertobat berusaha untuk tidak berbuat kesalahan/dosa lagi.

5.   Materi Ajaran Kerohanian Sapta Darma

  • Inti dan pengertian Ajaran Kerohanian Sapta Darma didapat melalui Penelitian Sujud.
  • Sujud Asal Mula Manusia sebagai sarana untuk menghayati dan mendalami seluk beluk kehidupan jagad pribadi dan jagad raya/alam semesta.
  • Penguasaan dan pengertian Getaran meliputi ; Getaran Kasar, Getaran Halus , Getaran Hyang Maha Suci dan Getaran Hyang Maha Kuasa.
  • Sapta Rengga.
  • Babahan Hawa Sanga.
  • Pudak Sinumpet.
  • Pernafasan Tiga.
  • Racut, yaitu Hyang Maha Suci kita sowan kepada Hyang Maha Kuasa untuk menerima wejangan-wejangan yang bermanfaat bagi ajaran , diri sendiri, keluarga,masyarakat, bangsa dan negara.
  • Wejangan Duabelas :
    • Wejangan 1 adalah; Penundukan saudara 12, di Kerohanian Sapta Darma dikenal dengan saudara 12 yang menemani hidup kita sejak lahir sampai mati, 12 saudara tersebut mempunyai sifat, watak/karakter yang berbeda-beda.
    • Wejangan 2; Wasiat tiga puluh tiga.
    • Wejangan 3; Pesta.
    • Wejangan 4; Naik kuda sembrani.
    • Wejangan 5; Perbintangan.
    • Wejangan 6; Tesing Dumadi Manusia.
    • Wejangan 7; Tali Rasa.
    • Wejangan 8; Saudara 12 jejer sama.
    • Wejangan 9; Manusia mati dikubur dalam tanah.
    • Wejangan 10; Manusia mati/melihat peralatan yang rusak.
    • Wejangan 11; Manusia mati sampai ke alam baka (kehidupan manusia setelah mati)
    • Wejangan 12; Tutug Jejer Satrio Utomo.
  • Wewarah Tujuh ; adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap Warga Sapta Darma, dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara sebagai misi ajaran yang harus diamalkan tanpa pamerih.
  • Sesanti sebagai Visi Warga Kerohanian Sapta Darma, yang isinya; '' ING NGENDI BAE MARANG SOPO BAE WARGO SAPTO DARMO KUDU SUMUNAR PINDO BASKORO ''. (DIMANA SAJA, KEPADA SIAPA SAJA,WARGA SAPTA DARMA HARUS BERSINAR LAKSANA SURYA)
  • Simbul Pribadi Manusia , sebagai sarana untuk mengenal diri pribadi.

6.   Wewarah Tujuh

Kewajiban Warga Kerohanian Sapta Darma
Setiap Warga Harus Melaksanakan Wajib :

1.     Setia tuhu kepada Allah Hyang Maha Agung , Maha Rokhim , Maha Adil ,Maha Wasesa, Maha Langgeng .

2.     Dengan jujur dan suci hati, harus setia menjalankan perundang-undangan Negaranya.

3.     Turut serta menyingsingkan lengan baju, menegakkan berdirinya Nusa dan bangsanya.

4.     Menolong kepada siapa saja bila perlu, tanpa mengharapkan sesuatu balasan, melainkan berdasarkan rasa cinta dan kasih.

5.     Berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri.

6.     Sikapnya dalam hidup bermasyarakat, kekeluargaan, harus susila beserta halusnya budi pakerti, selalu merupakan penunjuk jalan yang mengandung jasa serta memuaskan.

7.     Yakin bahwa keadaan dunia itu tiada abadi, melainkan selalu berubah-ubah (Anyakra manggilingan).

7.   Simbol Pribadi Manusia

Gambar disamping adalah gambar Simbol Pribadi Manusia yang melambangkan asal, sifat dari pribadi manusia yang wahyunya diterima tgl. 12 Juli 1954, jam 11 siang, dimana pada saat itu ada bayangan sinar berwujud gambar (seperti tersebut diatas) yang bergerak-gerak diatas meja, sedang gambar yang lain menempel di dinding rumah Bapak Panuntun Agung Sri Gutama dan sempat disaksikan pula oleh tetangga dan masyarakat yang kebetulan melewati rumahnya. Begitu berhasil digambar oleh pengikut Sri Gutama maka gambar tersebut menghilang.

 

Maksud dan makna simbol tersebut adalah :

  • Bentuk segi empat belah ketupat menggambarkan asal mula terjadinya manusia, yaitu:
    a. Sudut puncak : Sinar Cahaya Allah.
    b. Sudut bawah : sari-sari bumi.
    c. Sudut kanan dan kiri : perantaranya ayah dan ibu.
  • Tepi belah ketupat yang berwarna hijau tua, menggambarkan wadag (raga) manusia.
  • Dasar warna hijau muda (maya), merupakan gambar Sinar Cahaya Tuhan. Berarti bahwa didalam wadag/raga manusia diliputi Sinar cahaya Allah.
  • Segi tiga sama sisi yang berwarna putih dengan tepi kuning emas menunjukkan asal terjadinya (=dumadi) manusia dari tri tunggal, ialah :
    a. Sudut atas : sinar Cahaya Allah (nur Cahaya),
    b. Sudut kanan bawah : Air sarinya Bapak (Nur Rasa),
    c. Sudut kiri bawah : air sarinya Ibu (Nur Buat).

    Warna putih menunjukkan bahwa asal manusia dari barang yang suci/bersih baik luar maupun dalamnya. Sedangkan garis kuning emas yang ada ditepi segitiga mempunyai arti bahwa ketiganya asal manusia tersebut mengandung Sinar Cahaya Allah.
  • Segi tiga sama sisi yang tertutup lingkaran warna hitam, merah, kuning, putih, tersebut membentuk tiga buah segitiga sama sisi pula yang masing-masing segi tiga mempunyai 3 sudut sehingga 3 segitiga jumlahnya ada 9 sudut ini melambangkan bahwa manusia memiliki 9 lobang (babahan hawa sanga) yang terdiri dari mata ada 2 lubang, hidung 2 lubang, telinga 2 lubang, mulut 1 lubang, kemaluan 1 lubang, pembuangan/pelepasan 1 lubang.
  • Lingkaran melambangan keadaan manusia yang selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan) dimana manusia akan kembali ke asalnya, rohani kembali kepada Hyang Maha Kuasa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia, sedang jasmaninya kembali ke bumi.
  • Lingkaran hitam melambangkan, bahwa manusia memiliki nafsu angkara, nafsu ini berasal dari hawa hitam, karena mempunyai getaran yang beku, wujudnya antara lain berupa kata-kata yang kotor, pikiran, dan kemauan yang jelek dan seterusnya.
  • Lingkaran merah melambangkan bahwa manusia memiliki nafsu amarah.
  • Lingkaran Kuning melambangkan nafsu keinginan yang timbul karena indera penglihatan.
  • Lingkaran putih melambangkan nafsu kesucian/perbuatan yang suci.
  • Besar kecilnya lingkaran melambangkan besar kecilnya 4 sifat tersebut.
  • Lingkaran putih ditutup gambar Semar, ini melambangkan lubang ke 10 yang tertutup (Pudak Sinumpet) yang letaknya di ubun-ubun.
  • Warna putih pada gambar Semar melambangkan Nur Cahaya atau Nur Putih, Nur Petak ialah Hawa Suci (Hyang Maha Suci) dimana hanya Hyang Maha Sucilah yang mampu berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa, caranya dengan menyatukan rasa di ubun-ubun hingga terwujud Nur Putih. Gambar Semar juga melambangkan Budi Luhur.
  • Gambar Semar menunjuk dengan jari telunjuk, melambangkan memberikan petunjuk pada manusia bahwa hanya ada satu sesembahan yaitu Allah Hyang Maha Kuasa.
  • Semar menggenggam tangan kirinya mengkiaskan bahwa ia telah memiliki keluhuran. Semar pakai kelintingan suatu tanda agar orang mendengar bila telah dibunyikan. Semar memakai pusaka menunjukkan bahwa tutur katanya (sabdanya) selalu suci. Lipatan kainnya 5 menunjukkan bahwa Semar telah memiliki dan dapat menjalani lima sifat Allah : Agung, Rokhim, Adil, Wasesa, dan Langgeng.
  • Tulisan dengan huruf Jawa : Nafsu, Budi, Pakerti, pada dasar hijau maya. Artinya memberi petunjuk bahwa manusia memiliki nafsu budi dan pakerti baik yang luhur maupun rendah/asor atau yang baik maupun yang buruk.
  • Tulisan Sapta Darma berarti : Sapta berarti tujuh, Darma berarti amal kewajiban suci, maka dari itu warga Sapta Darma wajib menjalankan isi wewarah tujuh seperti yang dikehendaki Hyang Maha Kuasa.
  • Dengan mengetahui asal manusia dan isi yang ada didalam tubuh manusia yang harus dimengerti serta harus diusahakan oleh manusia demi tercapainya keluhuran budi pakerti sesuai dengan Wewarah Ajaran Kerohanian Sapta Darma.
    1. Sesanti

      DIMANA SAJA, KEPADA SIAPA SAJA
      WARGA SAPTA DARMA HARUS BERSINAR
      LAKSANA SURYA (BASKARA)

 

9.   Penyembuhan di Jalan Tuhan

Penyembuhan orang sakit yang dilakukan oleh warga Kerohanian Sapta Darma adalah penyembuhan dijalan Tuhan. Artinya melakukan penyembuhan itu dilaksanakan atas kuasa dan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dari Hyang Maha Kuasa.

Bagi warga Sapta Darma diwajibkan pula menolong mengobati pada sekalian umat manusia yang sedang sakit apabila diperlukan.

Pertolongan dalam hal ini dilarang sama sekali untuk mengharapkan balas jasa, baik berupa apa saja selain berdasarkan atas cinta dan kasih atau belas kasihan.

Cara-cara Penyembuhan :

  • Dengan Sabda "Waras". Dengan hening sambil memandangi bagian tubuh si pasien , meluhurkan Asma Allah ; Allah Hyang Maha agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah Hyang Maha Adil dan apabila ada getaran di pucuk lidah lalu menyabda "Waras".
  • Bagi mereka yang sakitnya telah menahun/kronis, terutama yang mengidap penyakit dalam sebaiknya mereka dituntuni sujud yang sungguh-sungguh.
  • Bagi mereka yang sakit lumpuh atau badannya sakit maka dilakukan dengan cara mengguyar simpul-simpul tali rasanya, lalu dengan hening dan meluhurkan Asma Allah lalu disabda "Waras".

10.               Tukar Hawa, Ulah Rasa dan Racut

·         A. Tukar Hawa

·         Adalah suatu usaha/tindakan yang dilakukan untuk melepaskan/menghilangkan kelelahan. Serta sehabis melakukan perjalanan jauh dan sebagainya.

·         Caranya :

Tidur terlentang membujur ke timur (kepala di timur) kedua tangan lurus disamping badan, telapak tangan menghadap ke atas (seluruh badan dalam keada an kendor). Pikiran serta angan-angan ditenangkan atau (dihentikan aktifitasnya). Ini dilakukan selama 10 sampai 15 menit kemudian dihentikan lalu mandi (bila keadaan mengijinkan baik pula mandi dengan air hangat).

·         Dalam tukar hawa ini hawa getaran yang telah digunakan keluar/dikeluarkan melalui pori-pori kulit serta ubun-ubun, dan berganti/diganti dengan hawa yang baru (segar atau bersih).

·         Dengan demikian akan terasa bagaikan telah istirahat berjam-jam lamanya. Badan menjadi segar bugar, kekuatan kembali sedia kala.

B. Ulah Rasa

·         Ulah rasa adalah suatu usaha/tindakan mengadakan penelitian jalannya rasa dan getaran yang meliputi seluruh tubuh.

·         Caranya :

·         Sehabis melakukan sujud dasar (sujud wajib), ditambah satu bungkukan lagi dan mengucap dalam batin minta geraknya rasa. Lalu seperti pada tukar hawa semua pakaian yang menekan dikendorkan.
Selanjutnya melakukan pemusatan, untuk merasakan (meneliti)jalannya getaran dari telapak kaki yang merambat perlahan-lahan dan halus sekali meliputi seluruh tubuh.

·         Meneliti rasa yang berjalan merambat perlahan melalui seluruh tubuh, sampai pada bagian tubuh yang dalam serta halus. Juga merasakan jalannya darah serta denyutnya jantung, keluar masuknya hawa yang baik melalui hidung maupun yang melalui pori-pori.

·         Hal tersebut semua, bila dilatih serta dilakukan dengan kesabaran serta ketelitian,maka dengan ening kita dapat juga mengetahui bagaimana jalannya sari-sari, getaran-getaran yang merata melalui seluruh tubuh serta denyutnya jantung.

·         C. Racut

·         Racut adalah memisahkan rasa dengan perasaan, dengan tujuan menyatukan diri dengan sinar sentral atau Roh Suci bersatu dengan sinar sentral.

Ini berarti waktu Racut dapat digunakan menghadapkan Hyang Maha Suci ke hadirat Hyang Maha Kuasa. Jadi selagi kita masih hidup di dunia ini, supaya dapat menyaksikan tempat dimana kelak bila kita kembali ke alam abadi atau surga.

·         Maka sewaktu Racut kita dapat mengetahui roh kita sendiri naik ke alam Abadi (alam Langgeng atau surga) menghadap Hyang Maha Kuasa.

Caranya :

Setelah melakukan sujud wajib (sujud dasar) maka sujudnya ditambah lagi dengan satu bungkukan yang diakhiri dengan ucapan di dalam batin :

·         Hyang Maha Suci Menghadap Hyang Maha Kuasa

·         Kemudian lalu berbaring dalam sikap ULAH RASA hanya saja kedua tangan dilipat (bersidakep), telapak tangan kanan ditumpangkan (diletakkan) di atas telapak tangan kiri menghadap ke bawah, dan diletakkan diatas tali rasa " CO " (tonjolan pertemuan kedua tulang rusuk nomor dua di dada dibawah pertemuan kedua tulang selangka).

·         Segala kegiatan pikiran dan angan-angan dan sebagainya dihentikan. Mengingat Racut adalah pekerjaan yang rumit maka memerlukan latihan yang penuh kesabaran, dengan ketelitian dan kesungguhan serta ketekunan.

11.               Ening (Samadi)

Yang dimaksud dengan ening ( samadi ) adalah : menentramkan pikiran/pangrasa yang beraneka warna angan-angan dan sebagainya. Dengan demikian meskipun badan bergerak asal hal di atas telah dilakukan maka dapat dikatakan seseorang telah ening.

Sebaliknya meskipun tubuh kelihatan tenang tetapi pikiran dan angan-angan dan sebagainya masih kesana kemari, maka belum dapat dikatakan orang itu telah ening.
Ening/samadi pada Kerohanian Sapta Darma tak diperkenankan dipakai untuk main-main , sebab dalam hal ini dilakukan dengan menyebut/meluhurkan Asma Allah.

Diperkenankan ening bila melakukan pekerjaan/tugas yang luhur misalnya :

  • Menerima perintah-perintah dari Hyang Maha Kuasa yang berupa isyarat-isyarat /tanda-tanda, gegambaran-gegambaran, tulisan tanpa papan (sastra jendra hayuningrat).
  • Memeriksa arwah orang tua/nenek moyang yang telah meninggal, bagaimana keadaannya sudahkah diterima di hadirat/sisi Hyang Maha Kuasa atau belum. Bila masih dalam alam pasiksaan maka kita lakukan sujud untuk memohonkan ampun dan bertobatnya arwah tersebut akan segala dosanya yang dilakukan semasih hidupnya di dunia.
  • Melihat tempat-tempat yang wingit (keramat = angker) dimana penghuni tempat itu banyak menganggu manusia. Kalau ada roh-roh yang masih sesat dimohonkan ampun pada Hyang Maha Kuasa agar dapat ditempatkan ditempat yang semestinya, serta supaya tidak lagi melakukan gangguan kepada manusia.
  • Ening dapat juga untuk mendahului segala tindakan atau tutur kata dengan maksud melatih kesabaran dan sifat yang berhati-hati, mencapai kebijaksanaan.
  • Ening berguna untuk melihat saudara/keluarga yang jauh bagaimana keadaannya.

12.               Sujud Penggalian Intisari Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Sujud Penggalian adalah sujud Penelitian, Sujud yang sempurna, yang pernah diwejangkan / diajarkan di dalam sarasehan Agung Tuntunan Sapta Darma, dalam rangka peringatan Dasa Warsa (10 tahun ) Sapta Darma pada tanggal 27 s/d 29 Desember 1962 oleh Panuntun Agung Sri Gutama di Jl. Stasiun No. 35 Kediri, Jawa Timur. Wejangan Panuntun Agung Sri Gutama tersebut disebut WEJANGAN PUDAK SINUMPET, yang telah dimuat sepenuhnya/ selengkapnya di dalam buku DASA WARSA.

Untuk mengetrapkan Sujud Penggalian yang sesuai dengan buku Dasa Warsa dan agar ajaran ini segera dikuasai oleh para Tuntunan, maka Bapak Panuntun Agung Sri Gutama pada tanggal 1 s/d 8 Febroari 1964, bertempat di sanggar Candi Sapta Rengga Yogyakarta, telah berusaha menyelenggarakan Sujud Penggalian yang diikuti oleh para Tuntunan Kerohanian Sapta Darma se Jawa.

Dari sujud Penggalian inti sari Ajaran Sapta Darma, para Tuntunan telah dibekali dengan KEMBANG CEMPAKA SEWAKUL-WAKUL besarnya. Suatu modal Ajaran Adiluhung yang dapat dan mampu mewujudkan kemuliaan Nusa dan Bangsa kita serta umat manusia seluruh dunia, sehingga bangsa kita jadi contoh bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Suatu hal yang harus kita ketahui untuk kita yakini tentang kebenarannya, ialah Wejangan Bapak Panuntun Agung Sri Gutama dalam Penutupan Sujud Penggalian, yang antara lain dijelaskan bahwasannya mempelajari dan melaksanakan Ajaran/Ilmu Sapta Darma dapat mencakup segala bidang aspek kehidupan manusia antara lain :

  • Kita bisa bertindak selaku DOKTER, dengan Sabda Usada, ialah penyembuhan di jalan Tuhan kita dapat menolong orang-orang yang menderita sakit.
  • Kita bertindak selaku Sarjana Hukum, Dengan RADAR alat kewaspadaan/kewaskitaan atas tuntunan Allah Hyang Maha Kuasa, kita dapat menentukan benar atau salah segala persoalan.
  • Kita bertindak selaku Insinyur, Dapat menciptakan manusia yang mempunyai Nafsu, Budi dan pakerti yang luhur penuh dengan kewaspadaan dan kewaskitaan yang disertai dengan peralatan modern misalnya ; radar, antena, gelombang dan lain sebagainya yang ada dalam pribadi manusia itu sendiri.
  • Kita bertindak sebagai Sastrawan. Dengan kewaskitaan Loro-loroning atunggal ialah kumpulnya sari-sari rasa dan sari-sari rasa diwejang cahaya, dapat menimbulkan / mencetuskan kata-kata yang tepat dan benar (SABDA DADI).
  • Bisa bertindak selaku Pujangga. Dengan dasar kita bisa mengetahui jangka alam dan jangka pribadi.

Sujud Penggalian adalah penelitian sujud yang sempurna dengan tujuan sebagai berikut :

  • Meningkatkan mutu rohani para Tuntunan dan warga Sapta Darma.
  • Menyempurnakan pengabdian kepada Allah Hyang Maha Kuasa dan kepada sesama umat.
  • Membentuk satria utama yang berbudi luhur berkepribadiaan dan berkewaspadaan yang tinggi, itulah manusia yang dapat memayu-hayuning buana.

Tata caranya ditulis dalam buku Pedoman Penggalian Pribadi Manusia, antara lainnya :

  • Penggalian ini dilakukan bersama-sama warga Sapta Darma di sanggar-sanggar dibawah bimbingan / asuhan seorang atau beberapa Tuntunan yang sudah pernah menggali (melakukan penggalian) dan berhasil. Disamping ada juga beberapa Pengawas guna mengawasi para warga yang sedang melakukan sujud penggalian.
  • Penggalian dilakukan selama 12 malam berturut-turut atau dilakukan atau dilakukan siang dan malam selama 6 hari.
  • Jumlah warga penggali satu kelompok terdiri dari 12 orang warga/peserta, disesuaikan dengan besar kecilnya tempat sanggar.
  • Penelitian sujud disesuaikan dengan materi ajaran (lihat materi ajaran).

13.               Sejarah Penerimaan Ajaran dan Ilham-ilham oleh Bapak Panuntun Agung Sri Gutama serta Perkembangan/Penyebarannya

·         Di kota Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berdiamlah seorang bumi putra bangsa Indonesia yang bernama Bapak HARDJOSAPURO. Pada tanggal 26 Desember 1952, Bp. HARDJOSAPURO seharian ada di rumah. Pada malam harinya beliau pergi berkunjung ke rumah temannya. Setelah beliau pulang, selagi mau tidur, tepat pada jam 01.00 malam, sekonyong-konyong seluruh badan beliau tergerak dengan sendirinya, untuk sujud kehadapan Hyang Maha Kuasa secara otomatis diluar kemauannya dengan ucapan-ucapan sujud seperti dilakukan oleh warga Sapta Darma sekarang ini.

·         Gerak sujud yang luar biasa yang berlangsung dari jam 01.00 malam hingga jam 05.00 pagi. Begitulah timbul rasa takut yang meliputi beliau, karena selama hidupnya belum pernah mengalaminya. Sehingga mendorong beliau untuk datang pada temannya/sahabat kharibnya bernama Bp. Djojojaimun (tukang kulit). Pada jam 07.00 pagi sampailah Bp. Hardjosapuro di rumah kawannya dan diceritakannlah pengalaman yang aneh semalam, yang kelihatannya tidak dipercayai oleh Bapak Djojojaimun.

·         Keadaan yang demikian itu sendiri yang memberikan bukti kepadanya dengan secara tiba-tiba seluruh badannya tergerak dengan sendirinya seperti yang dialami oleh Bp. Hardjosapuro. Maka setelah Bp. Djojojaimun selesai mengalami sujud diluar kemauan tadi, keduanya mempunyai niat untuk datang kepada sahabatnya yaitu Sdr. KEMI seorang sopir yang tinggal di kampung Gedang Sewu (Pare) dengan pengharapan akan mendapatkan penjelasan-penjelasan serta nasehat-nasehat dari padanya. Tangga 28 Desember 1952 jam 17.00 mereka berdua telah melangkahkan kakinya ke rumah Sdr. Kemi dan dengan segera diceritakan pengalaman mereka.

·         Belum sampai kesudahan ceritanya, ketiga orang tersebut digerakkan semacam yang keadaannya sama. Dengan tiba-tiba Bp. Hardjosapuro melihat dengan terang gambar-gambar tumbal ditempat-tempat tertentu yang tertanam di rumah Sdr. KEMI. Setelah gerakan berhenti diceritakannlah kepada Sdr. KEMI, mereka semakin bertambah keheran-heranan setelah mendengar cerita Bp. Hardjosapuro, karena tidak satupun yang tidak cocok dengan keadaan yang sebenarnya. Mereka bertiga dengan sepakat menemui sahabatnya yang bernama SOMOGIMAN yang mengerti akan kebatinan, dengan harapan akan mendapatkan penjelasan dari padanya. Sdr. SOMOGIMAN adalah seorang pengusaha pengangkutan di kampung Plongko (Pare). Pengalaman gaib segera dipaparkan kepada saudara Somogiman yang banyak dikerumuni oleh kawan-kawannya. Sambutannya dingin dan kelihatannya tidak dipercaya. Tetapi apa dikata, secara tiba-tiba Sdr. Somogiman mendapat gerakan yang otomatis diluar kemauannya juga seperti apa yang diceritrakan teman-temannya tadi. Semenjak itu tersiarlah kabar dari mulut kemulut kegaiban di kota Pare yang dialami oleh Bp. Hardjosapuro dan kawan-kawannya. Hingga terdengar pula oleh Sdr. DARMO seorang sopir dan seorang lagi bernama Sdr. REKSOKASIRIN juragan batik. Kedua orang tersebut belum sampai mendengarkan cerita kawan-kawannya itu tiba-tiba mengalami gerakan sedemikian juga.

·         Pada saat kedua orang itu mengalami gerakan yang sama, semuanya juga bergerak bersama-sama sujud yang serupa. Kini jumlahnya 6 orang. Kemudian mereka kembali kerumahnya masing-masing. Kecuali Bp. HARDJOSAPURO yang tidak mau kembali kerumahnya karena takut mendapat gerakan-gerakan sendirian dirumahnya. Sampai dua bulan lamanya beliau tidak mau dirumahnya sendiri tetapi berganti-ganti dirumah temannya. Karena orang-orang tersebut seolah-olah sama niatnya untuk berkumpul setiap malam hingga dua bulan lamanya.

·         Pada suatu malam setelah ke enam orang tersebut berkumpul, oleh mereka diterima suatu penerimaan supaya kembali ke rumah Bp. HARDJOSAPURO karena nantinya akan menerima pelajaran-pelajaran dari Hyang Maha Kuasa yang lebih tinggi lagi. Begitulah keesokan harinya pada tanggal 13 Pebruari 1953 jam 10.00 pagi mereka sudah berkumpul dirumah Bp. Hardjosapuro kemudian sedang asyik-asyiknya bercakap-cakap diterima perintah langsung kepada Bp. HARDJOSAPURO dan berkatalah beliau dengan tiba-tiba, ’’Kawan-kawan lihatlah saya mau mati dan amat-amatilah saya ”. Maka berdebar-debarlah hati kawan-kawannya dengan mengamat-amati Bp. Hardjosapuro yang berbaring membujur ke timur sambil bersidakep itu. ”Inilah yang dikatakan RACUT ialah mati didalam hidu”. Pikiran yang seolah-olah mati akan tetapi rasanya masih hidup. Masih mendengar segala yang diceritakan orang akan tetapi tak mendengarkan segala yang diceritakan.

·         Dalam keadaan racut tersebut Bp. Hardjosapuro merasa badannya keluar dari wadagnya, dan naik ke atas melalui alam yang enak sekali dan masuk ke dalam rumah yang besar dan indah sekali dan beliau sujud didalamnya. Kemudian dilihatnya ada orang bersinar sekali, hingga badannya tak terlihat nyata karena sinar yang berkilauan itu. Setelah selesai sujud maka orang yang bersinar tadi terus memegang Bp. Hardjosapuro dan dibopong dan diayun-ayunkan setelah itu beliau dituntun ke sebuah sumur yang penuh airnya, disuruhnya membukanya dan setelah dubuka dijelaskan bahwa itu yang dinamakan sumur gumuling dan sumur jalatunda. Setelah selesai diberikan oleh sang raja yang bersinar tadi dua bilah keris yang diberi nama Nogososro dan benda Sugada. Setelah itu beliau disuruhnya kembali pulang. Setelah beliau pada waktu pulang beliau merasa diikuti oleh sebuah bintang yang amat besar dibelakangnya. Tidak lama kemudian Bp. Hardjosapuro terbangun, diceritakanlah pengalamannya kepada kawan-kawannya. Setelah itu kawan-kawannya disuruh berbuat sama . Lalu berkatalah beliau Bp. Hardjosapuro sekonyong-konyong bahwa itu adalah RACUT.

·         Racut selalu dikerjakan oleh Bp. HARDJOSAPURO untuk menerima pelajaran-pelajaran dari Hyang Maha Kuasa. Pada suatu ketika sedang beliau racut menerima sebuah buku besar dari Hyang Maha Kuasa.

·         Riwayat penerimaan ajaran Kerohanian Sapta Darma ini berlangsung terus tiap-tiap hari tidak henti-hentinya, selama 12 tahun sampai dengan wafatnya Panuntun Agung Sri Gutama, maka riwayat penerimaan ini kami sajikan yang penting-penting saja.

·         Pada tanggal 12 Juli 1954 jam 11.00 siang, datanglah dirumah Bp. Hardjosapuro ialah : 1. Sdr. Sersan DIMAN, 2. Sdr. DJOJOSADJI, 3. Sdr. DANUMIHARDJO (Mantri guru Taman Siswa Pare). Mereka sedang asyiknya bercakap-cakap, tiba-tiba kelihatan dengan perlahan-lahan pemandangan sebuah gambar di meja tamu yang kelihatan dengan jelas sekali, tetapi kejadian ini tidak tetap, sebentar kelihatan sebentar lagi hilang. Tiba-tiba Sdr. Sersan Diman berdiri dengan sekonyong-konyong sambil menuding-nuding gambar tersebut dengan berkata keras : ”Ini harus digambar, ini harus digambar”, berkali-kali berkata demikian. Kemudian kawan-kawannya segera pergi ke toko mencari/membeli alat-alat gambar berupa mori putih, cat, kwas (alat-alat gambar tersebut). Setelah mendapatkannya terus segeralah digambar pemandangan gambar simbul itu sampai selesai. Setelah selesai digambar, maka hilanglah gambar pemandangan simbul itu dari pandangan mata, yang selanjutnya dinamakan SIMBUL PRIBADI MANUSIA. Pada gambar tersebut ada tulisan huruf Jawa : SAPTA DARMA, yang selanjutnya disempurnakan dengan penerimaan peribadatannya yang disebut SUJUD SAPTA DARMA /SUJUD ASAL MULA MANUSIA.

·         Sebelum 12 Juli 1954 peribadatan itu belum diketahui namanya. Selanjutnya menyusul penerimaan ”WEWARAH TUJUH’’. Kejadian ini sama halnya dengan gambar simbul pribadi manusia, hanya bedanya dalam penerimaan yaitu kelihatan tulisan tanpa papan (Sastra Jendra Hayuningrat). Sedangkan bahasanya memakai bahasa daerah.

·         Pada bulan Oktober 1954, dalam suatu persujudan pada malam harinya diterima lagi suatu penerimaan yang memerintahkan agar Sdr. SARPAN ditunjuk sebagai TUNTUNAN SANGGAR di PARE, KEDIRI. Ini suatu penerimaan baru lagi yaitu istilah SANGGAR. Yang dimaksud istilah Sanggar adalah tempat peribadatan (Pasujudan bersama) dan istilah TUNTUNAN adalah orang yang menuntuni sujud.

·         Pada tanggal 27 Desember 1955, selagi para warga mengadakan pasujudan bersama di Pare, diterimalah nama SRIGUTAMA. Bersamaan dengan diterimanya nama tersebut jatuhlah hujan lebat semalam suntuk, seterusnya dari tanggal 19 Agustus 1956 Bp. HARDJOSAPURO disebut menjadi PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA (Pelopor Budi Luhur). Kemudian tugas untuk menyiarkan ajaran ini diterima terus menerus dari Hyang Maha Kuasa oleh Panuntun Agung Sri Gutama, akan tetapi selalu ditolaknya dan ditentangnya. Karena perintah itu tidak dapat dielakkan dan apabila ditolaknya dan ditentangnya hukuman dari Tuhan dengan kontan diterimanya.

·         Maka pada akhirnya diterimanya oleh Panuntun Agung Sri Gutama pula ditawarkan kepada para pengikutnya, beliau berkata : ”Siapa yang mau bertugas menyiarkan budi luhur dan menyampaikan kasih sayangnya kepada sekalian umat yang sedang menderita kegelapan, terutama yang menderita sengsara sakit”. Tawaran itu diterima dengan senang hati oleh para warga. Selanjutnya berkatalah Panuntun Agung Sri Gutama : ’’Kalau kamu sekalian mau/sanggup menjalankan budi luhur, janganlah saudara mempunyai pamerih apapun”. Maka untuk bekal saudara sekalian saya beri bekal ”SABDA WARAS’’ untuk menyembuhkan penderita penyakit dengan ”Sabda Waras”, tidak hanya kepada manusia saja, tetapi apabila perlu kepada khewan-khewan yang sakit. Jadi sekali-kali tidak boleh menerima upah dan memakai syarat apapun. Apabila ada orang yang menginginkan sujud, tuntunilah sujud kehadapan Hyang Maha Kuasa/Tuhan Yang Maha Esa seperti yang saya ajarkan.

·         Demikianlah pesan-pesan Panuntun kepada warga yang akan keluar kota Pare. Kemudian para petugas keluar kota Pare bersama-sama Panuntun Agung Sri Gutama keliling Tanah Air. Para petugas tadi ditempatkan di kota-kota dan di desa-desa diseluruh wilayah Tanah Air, di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, D. K. I. Jakarta, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Bali dan banyak dibawa oleh warga ABRI. Sekarang ini para petugas sudah pulang kedaerahnya masing-masing.
Sejak itulah Ajaran Kerohanian Sapta Darma mulai berkembang biak.

·         Yogyakarta, 10 Nopember 1985

    1. Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Riwayat penerimaan wahyu ajaran krohanian Sapta Darma, berlangsung secara terus-menerus berupa wejangan tulis tanpa papan (Sastra Jendra Hayuningrat) melalui sarana Sujud, selama 12 tahun sampai wafatnya BAPAK PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA [penerima wahyu ajaran] tanggal 16 Desember 1964.

Istilah yang ada di dalam Kerohanian Sapta Darma adalah istilah asli, dalam arti istilah-istilah tersebut didapat dari hasil penerimaan yang datangnya dengan tiba-tiba/sekonyong-konyong dalam keadaan yang luar biasa, dengan saksi-saksi yang berganti-ganti.

  • Tanggal 27 Desember1952, jam 01.00 sampai dengan jam 05.00 diterimanya wahyu SUJUD, sekonyong-konyong si penerima wahyu, Bapak Hardjosapuro, seluruh tubuhnya bergerak dengan sendirinya untuk melaksanakan sujud kepada Allah Hyang Maha Kuasa, secara otomatis diluar kemauannya (tidak dapat ditahan dengan kekuatan hatinya).
  • Tanggal 13 Februari 1953, jam 10.00 diterimanya Wahyu RACUT, artinya mati didalam hidup (mati sakjeroning urip), pikiran seolah-olah mati namun inderanya masih hidup, keadaan rohani/Hyang Maha Suci saat Racut adalah sowan Hyang Maha Kuasa.
  • Tanggal 12 Juli 1954, jam 11.00 diterimanya wahyu SIMBOL PRIBADI MANUSIA, dengan tulisan huruf Jawa SAPTA DARMA, selanjutnya diterima pula WEWARAH TUJUH dan SESANTI anehnya tulisan Wewarah tujuh dan Sesanti memakai huruf Latin. Oleh sebab itu sejak 12 Juli 1954, ajaran sujud tersebut baru mempunyai nama yaitu 'SAPTA DARMA'.
  • Tanggal 15 Oktober 1954 diterimanya istilah TUNTUNAN, TUNTUNAN SANGGAR dan SANGGAR. Tuntunan adalah orang yang bertanggung jawab atas perkembangan ajaran dan kemurnian ajaran serta kemajuan dan ketentraman warga Sapta Darma. Tuntunan Sanggar adalah tuntunan yang kewenangannya di tingkat Sanggar. Sanggar adalah tempat melaksanakan Sujud menembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa menurut keyakinan Ajaran Kerohanian Sapta Darma.
  • Sanggar Candi Busono adalah sanggar yang ada di daerah-daerah. Sanggar Agung Candi Busono adalah sanggar tempat diterimanya wahyu ajaran Sapta Darma di Pare, Kediri, Jawa Timur. Sanggar Candi Sapta Rengga adalah Sanggar Pusat, tempat kedudukan Panuntun Agung Sri Gutomo, Tuntunan Agung Sri Pawenang, di Yogyakarta, di Jl. Surokarsan Mg.II/472.
  • Tanggal 27 Desember 1955, diterimanya wahyu sebutan SRI GUTAMA yang ditandai hujan lebat semalam suntuk.
  • Tanggal 19 Agustus 1956, diterimanya wahyu sebutan Panuntun Agung, sehingga lengkapnya menjadi Panuntun Agung Sri Gutama, yang artinya Pelopor Budi Luhur, dan saat itu pula diterima perintah dari Allah Hyang Maha Kuasa untuk menyebarkan Budi Luhur kepada seluruh umat manusia.
  • Ajaran ini aslinya SAPTA DARMA namun, dengan adanya hasil Seminar Nasional Penghayat Kepercayaan bahwa aliran kepercayaan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu; Kerohanian, Kebatinan, Kejiwaan, maka Sapta Darma berubah menjadi Kerohanian Sapta Darma, dan satu-satunya aliran Teologi Tradisional yang menggunakan istilah Kerohanian.
  • Ajaran Keroranian Sapta Darma ini dianut di seluruh Propinsi di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri.

 

15.               Struktur Kelembagaan Kerohanian Sapta Darma

·         Adapun Struktur Kelembagaan Kerohanian Sapta Darma adalah sebagai berikut :  

·         Catatan :
Tuntunan dibentuk atas dasar Wahyu Ajaran, Tuntunan Sanggar dibentuk atas dasar Wahyu Ajaran, Yasrad (Yayasan Srati Darma) dibentuk atas dasar Fatwa Bopo Panuntun Agung Sri Gutomo, yang lahirnya sewaktu Bopo Panuntun Agung Sri Gutomo masih hidup sedangkan Persada dibentuk atas dasar UU Parpol, UU No. 8 tahun 1985 saat Tuntunan Agung Sri Pawenang masih hidup

16.               Pengembangan Ajaran

Sesuai dengan petunjuk – petunjuk Allah Hyang Maha Kuasa, yang diterima oleh Bapak Panuntun Agung Sri Gutama, penyebaran ajaran Kerohanian Sapta Darma diawali dengan peruwatan-peruwatan terhadap tempat-tempat tertentu di seluruh Indonesia (Nusantara). Tempat tersebut dianggap keramat/angker yang dikeramatkan oleh orang-orang yang sesat pula.

Peruwatan tujuannya untuk menghambarkan atau membersihkan tempat-tempat yang dikeramatkan tersebut, agar tidak dihuni oleh roh-roh sesat dimohonkan ampun atas dosanya, agar diterima Allah Hyang Maha Kuasa.

Penyebaran ini berarti juga :

  • Memohonkan ampun arwah leluhur yang masih terhenti di alam halus karena dilumpur dosa, agar mendapat ampun dan jalan yang benar sehingga bisa kembali ke asalnya ke alam langgeng diterima Allah Hyang Maha Kuasa (Mikul Dhuwur Mendem Jero Marang Wong Tuwo lan Leluhure).
  • Menunjukkan jalan yang benar, agar prilaku manusia hanya menyembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa, bukan kepada tempat-tempat keramat dan kepada sesama manusia.
  • Supaya saling mencintai sesama umat manusia, sehingga tindak sosialnya tidak kepada roh-roh sesat melainkan kepada umat manusia yang memerlukan.
  • Berdarma kepada sesama umat manusia atas dasar cinta dan kasih dapat mewujudkan kehidupan yang sehat jasmani dan rohani.
  • Meluruskan dalam usaha mengembalikan budi luhur manusia dan bangsa Indonesia sesuai dengan budaya Pribadi Bangsa Indonesia.
  • Segera terwujudnya keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya dan umat manusia pada umumnya.

Disamping melakukan peruwatan seperti hal tersebut diatas, penyebaran ajaran dan pengembangannya juga dilakukan dengan ceramah-ceramah, sarasehan serta melakukan pertolongan penyembuhan di Jalan Tuhan yaitu dengan ” Sabda Usada ”.

17.               Pembinaan

Usaha pembinaan warga Sapta Darma, didirikanlah sanggar sebagai sarana tempat melakukan aktifitas warga.

  • Sanggar Candi Busono ; yaitu sanggar-sanggar yang ada didaerah-daerah diseluruh pelosok Nusantara baik sanggar permanen yang dibangun oleh warga secara bergotong-royong maupun sanggar-sanggar yang masih menumpang di rumah warga.
  • Sanggar Agung Candi Busono; adalah sanggar yang ada di desa Pare, Kediri, Jawa Timur, tempat dimana wahyu ajaran Sapta Darma diturunkan dan diterima oleh Bapak Panuntun Agung Sri Gutama.
  • Sanggar Agung Candi Sapta Rengga; yaitu sanggar pusat yang berkedudukan di Jl. Surokarsan Mg. II / 472, Yogyakarta.

18.               Wejangan Ibu Sri Pawenang

·         Anak-anakku, Rakyatmu pada dewasa ini sedang menghadapi maut, menghadapi kehancuran, maka waspadalah-waspadalah !!!!!.

·         Anak-anakku, pada engkaulah aku harapkan menjadi pelopor dunia, menjadi contoh bagi umat-umat lainnya, tetapi engkau hambur-hamburkan waktunya, tidak dipergunakan sebaik-baiknya, sayang anak-anakku.

·         Anak-anakku, kenapa masih mengkhawatirkan soal keduniawian? Tidak usah khawatir, bilamana engkau berbakti sungguh-sungguh terhadap Tuhan Hyang Maha Esa, mengabdi dengan suci dan iklas, keduniawian akan melimpah dihadapanmu, maka abdikanlah, tugas lahiriahmu akan terpenuhi.

·         Berjuanglah demi pengabdian kepada Tuhan Hyang Maha Esa, jangan sampai Warga-warga menjadi korban.

·         Para Tuntunan Khususnya, kamu sekalian diuji untuk menilai darmamu !!!.

·         Yogyakarta, 28 Desember 1967, jam 09.30
Di Sanggar Agung Candi Sapta Rengga,

·         Maswan

19.               Wejangan Ibu Sri Pawenang di Sanggar Agung Candi Sapta Rengga

Yogyakarta, 28 Desember 1967, jam 11 siang

  • Kita sekalian betul-betul telah berdosa, karena mestinya pada kesempatan ini kita sekalian telah dapat membawa bekal untuk melaksanakan tugas Allah yang telah ditugaskan kepada kita.
  • Pancasila Allah meresap di dalam hidup umat manusia. Abdikanlah dirimu kepada Hyang Maha Kuasa. Jangankanlah kau selalu merasa khawatir.
  • Dunia ini persediaan untukmu anak-anakku, pergunakanlah sebaik-baiknya. Kamu tiada kekurangan apa-apa, bila kamu betul-betul mengabdi kepada Tuhan.
  • Waspadalah-waspadalah, umat manusia mengalami kehancuran. Tugas Tuntunan jangan kau abaikan.
  • Anak-anakku ingatlah, Sri Gutama meninggalkanmu tanggal 16 Desember, tanggal 17 Desember Sri Pawenang lahir ditugaskan melanjutkan perjuangan Sri Gutama.
  • Tanggal 27 Desember 1914, Sri Gutama dilahirkan di dunia.
  • Tanggal 27 Desember 1952, Sri Gutama diberikan Wahyu Sujud, karena Sri Gutama belum mempunyai cara-cara Sujud kepada Hyang Maha Kuasa.
  • Sri Gutama dilahirkan untuk memberikan pepadang kepada umat, untuk mengembalikan ajaran Tuhan yang telah dirusak oleh pemeluk-pemeluknya. Maka Sri Gutama laksana sinar yang menyinar laksana surya, menyinari manusia dan makluk-makluk lainnya.
  • Asal mula manusia dari lima keagungan yang dipunyai Tuhan. Apabila manusia bisa melaksanakan kehendak Tuhan, maka menjadi manusia yang mengerti, berbudi luhur, dapat mengabdi nusa dan bangsa, menghayu-hayu buana. Namun manusia selalu lupa kepada pemberian Tuhan. Maka bila manusia melupakan pemberian Tuhan, manusia akan mengalami kehancuran.
  • Tanggal 27 Desember 1967 Roh Sri Pawenang naik dipertemukan dengan Sri Gutama. Kami diberi tugas menyampaikan, karena banyak banyak Tuntunan yang masih belum tahu akan tugas-tugasnya. Pesan kami, marilah kita bersama-sama berjuang melaksanakan tugas suci. Pertajamlah senjatamu.
  • Tahun 1968 Sapta Darma mulai memancarkan cahayanya, dan Tuntunan akan diuji yang gawat, diuji oleh alam sekelilingnya. Memang ini kehendak Tuhan. Maka jagalah jangan warga-warga menjadi korban. Maka apabila ada rintangan simpangilah, hindarilah, memang ini kehendak Tuhan, untuk menilai darmamu. Namun apabila para Tuntunan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya akan terhindar dari bahaya. Maka para Tuntunan sampaikanlah kepada para warga dan Tuntunan yang belum menerima ini.
  • Tugas jasmani akan terpenuhi jika tugas rokhani kamu dahulukan. Maka bila sebaliknya akan kesukaran dalam hidupnya. Tugas rokhani melaksanakan tugas dari Hyang Maha Kuasa.

Pencatat : Tuntunan Wilayah Kediri
Imam Hidayat

20.               Pesan Sang Proklamator

Aku ini bukan siapa siapa
Aku dilahirkan membawa misi cinta
Untuk negeri dan bangsa ini
Lebih dari jiwa ragaku sendiri
Indonesiaku ... Bumi Nusantara

Saat ibu pertiwi menangis
Rakyatku menjerit
Aku terpanggil untuk meneriakkan
Merdeka ... Merdeka ... Merdeka
Hidup atau mati

Banjir darah dan air mata
Anak anak kehilangan cintanya
Ribuan jiwa melayang
Menjadi tumbal perjuangan

Aku gali Nusantara ini
Mutiara cinta aku kumpulkan
Semangat nasionalis aku bangkitkan
Toleransi, gotong royong, jiwa marhaen
Aku rangkai menjadi Jambrud Katulistiwa
Aku beri bingkai Bineka Tunggal Ika

Nusantara ini aku beri jiwa
Bangsa ini aku beri pandangan hidup
Pancasila, Merah Putih, UUD'45
Merubah atau mengingkarinya berarti mati
Dan aku titipkan pada kalian

Tapi kini kau ingkari semua
Tauran pelajar, perang antar suku
Menjadi teroris di negeri sendiri
Menjadi penjajah terhadap rakyatnya sendiri
Keadilan dan iman kau jual
Merah Putih tak mengibarkan semangat
Bineka Tunggal Ika hanya slogan
Wilayah digerogoti tetangga
Sumber daya dijarah perampok
Kata merdeka tak lagi diteriakkan
Indonesia Raya menjadi lagu usang

Kau lebih bangga berambut pirang
Ingatlah Pancasila adalah jiwamu
Bila kau bertakwa kepada Tuhan
Kau akan tahu kemanusiaan yang beradab
Kau akan mengerti akan persatuan
Untuk bermusyawarah mencapai mufakat
Menuju keadilan sosial bagi rakyatmu
Kata-kata itu aku rangkai penuh makna

Banggalah jadi orang Bali
Tapi harus lebih bangga jadi orang Indonesia
Cinta pada agama tapi lebih penting takwa pada Tuhan
Suku-suka adalah perbedaan bukan perpecahan
Kebinekaan adalah anugrah
Toleransi jiwa gotong royong adalah kemanusiaan
Cinta adalah segalanya
Untuk meruntuhkan kesombongan, egoisme, kebencian ...
Teriaklah selalu kata merdeka ... merdeka ... merdeka
Hidup Indonesia ... Hidup Indonesia ...

Batubulan, 10 Nopember 2008

sumber: http://saptadarmainfo.org